Hari ini adalah hasil dari rencana kemarin, masa depan adalah rencana hari ini. Tak ada cerita masa lalu tanpa ada sejarah. Tak ada sejarah jika tak ada yang mencatat dan memberi hikmah bagi generasi yang akan datang.

Yang Membatalkan Puasa

👤 Ustadz Zaid Susanto, Lc
📔 Materi Tematik | Fiqih Ramadhān (Bagian 10)

FIQIH RAMADHĀN (BAG. 10)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh, yang di rahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Kita kembali melanjutkan pembahasan apa yang tersisa dari pembahasan fiqih puasa (fiqih Ramadhān). Kita akan sampaikan beberapa perkara yang membatalkan puasa.

Syaikh Muhammad Shālih bin Al 'Utsaimin rahimahullāh mengatakan:

وال ْمفتطِّرات سبعة أنواع

Pembatal-pembatal puasa itu ada 7:

*⑴ Al jima' | Hubungan suami istri*

Baik itu halal maupun harām.

⇛Yang halal bagaimana? Yaitu hubungan suami istri (pada umumnya).

⇛Yang harām bagaimana?

√ Hubungan suami istri ketika hāidh.
√ Hubungan suami istri (maaf) tidak lewat kemaluannya tapi lewat dubur, ini kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah perbuatan homoseksual shaghir (menyerupai kaumnya Nabi Luth).

√ Masih pacaran (ini banyak sekali sekarang), belum resmi. Terkadang orang itu inginnya cepet yang enak-enak saja tidak mau melalui suatu proses yang sebetulnya mudah sekali.

Agama islam itu mudah dan memudahkan, menjadikan sesuatu yang harām menjadi halal.

Maka segala bentuk jima', entah itu yang halal atau yang harām, (yaitu) masuknya kemaluan laki-laki kedalam kemaluan perempuan maka ini membatalkan puasa.

Kata Syaikh:

Dan ini adalah pembatal puasa yang paling besar dosanya.

Puasanya batal dan dia juga berdosa.

Maka, kapan saja kalau ada orang yang berpuasa kemudian berhubungan suami istri, maka puasanya batal, baik puasa wajib maupun puasa sunnah.

Lalu bagaimana apabila ini dilakukan?

Maka wajib bagi orang yang melakukannya mengqadha' untuk hari itu dan ditambah kafarah mughaladhah (denda yang berlipat-lipat besar).

Apa itu kafarahnya?

Kafarah yang pertama membebaskan budak, kemudian kalau tidak bisa membebaskan budak maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut, tidak boleh batal disela-selanya kecuali ada udzur syar'i.

⇛Misalnya terpotong oleh dua hari raya atau hari tasyrik atau mungkin sakit yang memang menghalangi dia dari puasa, atau safar sehingga mengakibatkan dia untuk berbuka, atau hāidh, dan lain-lain. Ini adalah udzur-udzur syar'i.

Demikian, Wallāhu Ta'āla A'lam.

*⑵ Keluarnya air mani*

Keluarnya air mani karena sengaja, baik karena dia mencium, menyentuh, meraba atau onani (masturbasi).

Bahkan sebagian ulama mengatakan, kalau mikir (menghayal) kemudian sampai keluar air mani maka puasanya batal.

Kalau melihat kemudian dia menundukan pandangan mata, kemudian melihat lagi sampai keluar air mani maka batal puasanya.

Makanya ada pembahasan masalah seperti itu berarti kemungkinan besar ada (terjadi). Sampai pernah bercerita kepada saya tentang kejadian itu, melihat kemudian keluar air mani, karena kuatnya syahwat.

Sebagian ulamā ada yang mengatakan, kalau melihat pertama kemudian keluar air mani maka tidak batal puasanya, tapi kalau dia melihat pertama kemudian diulang lagi kemudian keluar air mani, maka batal puasanya, kenapa?

Karena dia mengulang-ulang melihatnya.

Dalam hadīts dikatakan:

"Pandangan pertama itu jatahmu (tidak sengaja) dan pandangan kedua ini tanggung jawabmu."

~~~~~~
Dari Buraidah, dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Ali radliyallahu 'anhu:

يَا عَلِيّ ُ! لاَتُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ, فَإِنَّمَا لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأَخِيْرَةُ

"Wahai Ali, janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama, dan tidak boleh bagimu pandangan yang terakhir (pandangan yang kedua)."

(HR At Tirmidzi nomor 2701, versi Maktabatu Ma'arif Riyadh nomor 2777)
~~~~~~~

Maka, kalau tidak sengaja kemudian keluar air mani maka tidak batal.

Allāhu Ta'āla A'lam bish Shawwab.

Adapun yang berpikir (kemudian keluar mani) yang saya sampaikan tadi sebetulnya tidak batal karena Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا

"Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengampunkan dari umatku sesuatu yang hanya merupakan bisikan-bisikan dalam hatinya."

(HR Bukhari nomor 4864, versi Fathul Bari nomor 5249)

Jadi kalau mikir kemudian keluar mani maka tidak batal.

Wallāhu Ta'āla  A'lam bish Shawab

Tapi kalau keluar mani dengan sengaja, dengan mencium atau memegang atau onani dan yang lainnya maka yang seperti ini adalah membatalkan puasa.

Karena puasa itu hakikatnya adalah meninggalkan hawa nafsu sebagaimana sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadīts qudsi:

يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، الصِّيَامُ لِي

"Dia meninggalkan makannnya, minumannya, dan nafsu syahwatnya, karena puasa untuk-Ku."

(HR Bukhari nomor 1761, versi Tathul Bari nomor 1894)

Kalau mencium boleh tidak?

Kalau dia orang yang kuat
syahwatnya dan yakin dengan mencium akan keluar air mani maka tidak boleh mencium, dan anda lebih tahu tentang diri anda.

Apabila suaminya tidak mengapa bila mencium, maka tidak mengapa.

Wallāhu Ta'āla A'lam bish Shawwab.

[insyā Allāh, bersambung ke bagian 11]

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jadwal Sholat

Popular Posts

Label

Arsip Blog

Recent Posts

Pages

Blog Archive

Categories