Hari ini adalah hasil dari rencana kemarin, masa depan adalah rencana hari ini. Tak ada cerita masa lalu tanpa ada sejarah. Tak ada sejarah jika tak ada yang mencatat dan memberi hikmah bagi generasi yang akan datang.

  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tawassul, Apakah Itu?

Tawassul adalah berdoa dengan melalui perantara, seperti seseorang mengatakan, "Dengan kedudukan Syaikh Fulan saya memohon kepada-Mu" atau "melalui perantara Fulan (orang takwa atau nabi) saya memohon kepada-Mu." Tawassul seperti ini tidak dibolehkan karena dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan syirik, sebab dalam ajaran Islam setiap orang dapat langsung berhubungan dengan Allah tanpa melalui perantara siapa pun.

Disebutkan dalam Al-Qur'an penyebab kekufuran orang musyrik adalah karena mereka menjadikan berhala-berhala sebagai perantara yang dapat menyampaikan doa mereka kepada Allah, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut ini:

"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), 'Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya'." (QS. Az-Zumar: 3)

Namun ada tiga bentuk tawwasul yang dibolehkan karena di dalamnya tidak mengandung unsur syirik, yaitu tawasul dengan amal shaleh seperti yang dilakukan oleh tiga orang yang terperangkap dalam doa, tawasul dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah yang tinggi, serta seseorang mengatakan, "Ya Allah, dengan nama-MU Ar-Rahmah, Ar-Rahim, Ash-Shamad, Al-Ghaniy, Al-Karim aku memohon kepada-Mu agar Engkau…" serta bertawasul kepada orang shalih yang masih hidup agar dia mendoakan untuk kebaikan kita, sebagaimana Umar bin Khattab pernah meminta kepada Abbas bin Abdul Muthallib untuk berdoa kepada Allah, agar Allah menurunkan hujan bagi kaum muslimin. Wallahu A'lam bishawwab.

Ust. Iman Sulaiman Lc.
Share:

Membahagiakan Diri Sendiri dan Orang Lain

Ada pelajaran penting yang dapat saya tangkap dari interaksi sosial yang terjalin selama ini, bahwa salah satu bentuk usaha untuk membahagiakan diri sendiri dan orang lain adalah dengan memberikan penghormatan yang pantas dengan yang dihormatinya. Salah satu contohnya, memanggilnya dengan sapaan yang disenanginya, yakni dengan namanya yang sebenarnya atau gelarnya.

Sungguh dingin dan berat perasaan orang yang menyebut nama saudaranya dengan konteks-konteks yang tidak jelas misalnya, "Anda, si Ini" atau "si Itu". Apakah dengan memanggil seperti itu Anda ingin orang lain tidak mengenal Anda, memanggil Anda dengan nama yang salah, atau menyapa dengan gelar yang tidak benar? Saya tidak yakin.

Sikap mengabaikan dan menjatuhkan orang lain menunjukkan ketidakpekaan perasaan dan keras kepala.

Seorang isteri yang telah berusaha mengatur rumah, merapikan posisi perabot, dan menambahkan wangi-wangian untuk menyegarkan ruangan, tentu tidak akan habis pikir ketika suaminya masuk dan tidak tidak acuh terhadap usaha isterinya ini. Tak ada ekspresi apa-apa, dingin. Sikap suami seperti ini akan memupuskan semangat dan perhatian.

Berilah perhatian terhadap orang lain, ungkapkan rasa terimakasih Anda terhadap hasil karya orang lain, dan pujilah pemandangan yang bagus, bau yang menyegarkan, perbuatan yang baik, sifat yang terpuji, qashidah yang menyentuh, dan buku yang bermanfaat, agar nama Anda dicatat dalam daftarorang-orang yang bisa membalas budi dan jujur sebagai orang yang berkepribadian.


Dr. 'Aidh al-Qorny

Dari buku Laa Tahzan (Jangan Bersedih!) terbitan Qisthy Press
Share:

Membalut Duka, Mengemban Amanah

'Beruntung' para pengemis di negeri kita tidak dilarang oleh pemerintah untuk meminta-minta. Coba seandainya mereka dilarang, akan ke mana mereka meminta sebagian dari 'hak-hak' mereka?

Sejak terpuruknya bangsa kita enam tahun lalu, jumlah pengemis memang bukannya semakin berkurang. Di desa kami, per hari, tanpa melebih-lebihkan, tidak kurang dari lima pengemis akan mendatangi setiap rumah, khususnya yang tidak berpagar, dan... tentu saja kelihatan 'punya'. Hari Jum'at, lebih ramai lagi. 'Ladang' beramal? Itu bagi kita yang menyadari.

Sayangnya, tidak sedikit para pengemis ini yang menjadikan pekerjaannya sebagai sebuah 'profesi'. Begitu kata sementara orang. Bagi mereka yang punya duit, akan dibangun rumah besar dan bertembok tinggi. Kalau mungkin, akan tertulis di depan pintu 'Dilarang Parkir'. Maksudnya kira-kira begini: para pengemis hendaknya jangan dekat-dekat!

Di Dubai-United Arab Emirates, dalam dua tahun terakhir ini 'kebijakan' pemerintah terhadap para pengemis memang ketat sekali. Kasarnya, tidak ada kata 'maaf' untuk mereka. Jika tertangkap oleh petugas, karena para pengemis ini biasanya para pendatang, konsekuensinya tidak tanggung-tanggung: dibawa ke kantor polisi, kemudian dideportasi. Maklum, sebagai sebuah negara kaya, apalagi Pemerintah Dubai tengah berupaya menarik wisatawan sebanyak mungkin sebagai the hub of the Middle East, mereka berusaha menciptakan suasana kota yang 'bersih'. Tidak terkecuali dari para peminta-minta ini.

Tapi lepas sholat Maghrib tadi aku menyaksikan sebuah pemandangan lain. Dua orang, sepasang suami istri tengah duduk di atas sebuah becak, katakanlah begitu karena di sana tidak ada angkutan jenis ini. Terkesan rakitan sendiri. Ketikaaku keluar melangkahkan kaki dari masjid, terlihat seorang Arab tengah merogoh kantongnya, kemudian sedikit membungkukkan badannya. Didekatinya mereka dan ditaruhnya kejumlah dirham ke atas telapak tangan yang tengah menengadah.

Tangan itu milik seorang ibu berjilbab, mengenakan abaya berbunga-bunga, warna-warni biru, kuning dan putih, tapi lusuh. Ibu yang saya perhatikan menutup semua anggota badannya ini hanya kelihatan dua belah matanya, sebagaimana umumnya pola berpakaian sebagian muslimah di UAE. Dari penampilan sang suami, nampaknya mereka berkebangsaan Pakistan. Sesudah orang Arab pertama yang memberikan sejumlah duit pada perempuan tersebut, saya lihat jamaah-jamaah yang baru saja keluar dari masjid melakukan hal yang sama.

Tahu kenapa mereka begitu tergerak mendermakan sebagian rejekinya kepada sepasang suami istri ini? Terlepas dari kekuatiran saya akan ditangkapnya mereka oleh petugas pemerintah, si perempuan setengah baya yang sedang menengadahkan kedua tangannya itu ternyata hanya memiliki separuh anggota badan!

Saya melihatnya, apa yang mendorong mereka melakukan pekerjaan ini lebih didasari oleh barangkali niat besar sang suami dalam menjaga amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya dalam memelihara istrinya yang tanpa kedua belah kaki. Subhanallah... betapa beruntungnya kita yang memiliki anggota tubuh yang lengkap. Sayangnya, kebanyakan dari kita kurang pandai bersyukur atas nikmat besar ini. Astaghfirullah...

Dalam perjalanan ke rumah, selepas Maghrib tersebut, pikiranku jadi melayang jauh ke nasib yang menimpah seorang rekan saya. Tentu saja dia bukan seorang pengemis. Dia bahkan secara materi boleh dikata punya. Yang hampir sama adalah, apa yang dialami oleh mendiang salah seorang putera rekan saya. Dia lumpuh total! Anggota badannya lengkap, akan tetapi sang anak tidak kuasa bahkan untuk mengangkat kepalanya sendiri. Dan itu sudah berlangsung selama tujuh belas tahun! Subhanallah...

As you know, I left Dubai purely because of my disabled child's health weakening. Everything Allah knows, and days are leaving behind me only to make prayers to Allah for my son's day after-Paradise.

Demikian bunyi bait kedua surat dari Abdul Azeem, ayah anak cacat tersebut, rekan saya, yang saya terima tanggal 13 November 2003 lalu. Waktu itu bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Dia tinggalkan Dubai, balik ke kampung halamannya di sebuah negara bagian Kerala, India. Sedangkan surat pertama yang saya terima darinya kurang lebih empat bulan sesudah kepulangannya ke India. Saya tidak sempat menemuinya karena ketika dia berangkat ke India, saya sedang cuti tahunan.

Abdul Azeem, 52 tahun, ayah 4 orang anak, yang saya kenal adalah orang yang taat beribadah, straight forward, jujur, dan suka menepati janji. Itulah beberapa karakter mulia yang saya ketahui tentang dia. Kepribadian dan perilaku baik ini yang membuat saya tidak bisa melupakannya sebagai seorang teman. Apalagi pada jaman sekarang di mana sulit mencari teman. Seperti kata Rhoma Irama dalam lagu lamanya, teman hanya mendekat bila uang melekat.

Namun lain halnya dengan orang setengah tua yang satu ini. Pada awal kami bertemu, katanya, saya mengingatkan dia akan seorang kenalannya asal Singapore. Maklum, Singapore dan Indonesia kan satu rumpun, jadi penampilan fisik antara temannya dan saya banyak kesamaan, seperti halnya orang India dan Pakistan. Hal itu dituangkannya dalam suratnya:

You perhaps are planning to leave the UAE. Earlier, I had a Singaporean friend, named Abdul Hameed, who worked for Armed Forces-Dubai as Aeronautical Engineer. Very nice friend, very co-operative, pious. But later, he left to the States for higher studies. Alhamdulillah he is now in Australia working for some airlines company. For a prolonged period we were in touch. But finally, I don't know. How I missed him and his whereabout, I have no idea...!

Seperti yang saya kemukakan diatas, kepulangannya ke India memang semata-mata karena kondisi kesehatan anak lelaki yang ketiga yang semakin memburuk. Sementara di rumah hanya istrinya yang merawat. Kecuali yang satu ini, ketiga anak-anaknya, alhamdulilah sehat, mereka sibuk dengan kegiatan sekolahnya. Saya pernah menyarankan bagaimana jika menyewa seorang baby sitter saja guna membantu istrinya merawat puteranya yang memang membutuhkan bantuan penuh. Dengan begitu beban berat sang istri bisa lebih ringan. Nampaknya sang istri keberatan dengan usulan ini.

Keberadaan Abdul Azeem sendiri yang jauh di luar negeri bukannya tanpa alasan. Sebagai seorang kepala keluarga, dialah yang bertanggungjawab memikul beban finansial keluarganya, termasuk beaya sekolah ketiga anaknya yang mulai membengkak. Oleh sebab itu, dia dihadapkan kepada dilema yang berat sekali. Tinggal di luar negeri memberikan keuntungan kepada keluarganya dari segi keuangan. Namun nun jauh di sana, anak lelakinya yang ketiga, membutuhkan perawatan penuh.

Abdul Muhymin namanya, terlahir dengan cacat bawaan yang membuat dia lumpuh. Dalam usia yang ke dua belas, ketika pertama kali saya kenal Abdul Azeem, dari fotonya, penampilan Abdul Muhymin tidak ubahnya anak umur 2 tahun yang tidak mampu bergerak sama sekali, kecuali menangis apabila kencing atau buang air besar.

Saya mengetahuinya ketika beberapa saat sesudah kami kenal, Abdul Azeem meminta saya untuk menemaninya mencari beberapa perangkat peralatan anak-anak cacat. Saya sendiri dibuat agak heran sebenarnya waktu itu. Akhirnya saya ketahui manakala dia beberkan semuanya.

Sebagai seorang teman, saya cukup terharu dibuatnya. Abdul Muhymin memang pernah tinggal di Dubai bersamanya. Hanya saja, biaya perawatan fisioterapi yang semakin mahal membuat Abdul Azeem memutuskan dikirimkan anaknya ke India dimana beaya pengobatan lebih murah. Sementara dia sendiri pada akhirnya kontrak, gabung dengan bujangan-bujangan lainnya. Itung-itung sambil menghemat pengeluaran.

Setiap bulan Abdul Azeem selalu mengirim paket-paket kebutuhan anak-anaknya. Mulai dari sabun mandi, susu, pakaian, hingga pampers. Layaknya kaum lelaki India lainnya, merekalah yang mengurusi sebagian besar kebutuhan rumah tangga. Sementara sang istri tinggal di rumah, sang suami yang berangkat ke pasar, belanja sayur-mayur, lauk-pauk, hingga kebutuhan konstruksi bangunan. Ini mereka lakukan dengan alasan tidak aman jika kaum wanita yang harus keluar rumah. Makanya tidak heran, jika setiap akhir bulan, istrinya mengirim catatan kebutuhan yang diperlukan.

Abdul Azeem, yang aktif dalam kegiatan dakwah di Islamic Cultural Centre, tidak kalah sibuknya dengan sang istri. Meski jauh dari keluarga, perhatian yang diberikan terhadap anak-anaknya, tidak bedanya dengan perhatian dan kegiatan istrinya. Yang membedakan, mereka tidak tinggal bersama.

Pagi itu, entah apa yang mendorong, saya coba ubungi dia lewat telepon. "He is out!" suara disana, kedengarannya dari salah satu anak lelakinya, menjawab. "I will call again!" saya coba meyakinkan.

Tiga hari kemudian, saat saya sedang bekerja, telepon berdering. Innalillahi wa inna ilaii raji'un. Berita yang saya terima: putera Abdul Azeem berpulang ke rahmatullah! Abdul Muhymin, anak berusia 17 tahun yang tidak pernah mengenal arti keindahan permainan anak-anak, bahkan tidak pernah tahu pula perbedaan hitam dan putih, biru atau hijau, menyisahkan kenangan yang tidak akan pernah bisa dilupakan bagi kehidupan Abdul Azeem. Setidaknya demikianlah yang bisa saya tangkap lewat surat yang saya terima sekitar dua minggu sepeninggal puteranya.

Sorry. Due to my son's demise, I could not reply your letter as decided. However, you understand my situation. To console my wife is little bit difficult, as you know she is the only lone person to support him 24 hours casualty. Please pray for my late son, Abdul Muhymin, rest in peace!

Amanah yang diberikan Allah SWT kepada kita memang bermacam-macam bentuknya. Adakalanya sebuah kenikmatan berupa harta kekayaan, martabat, atau anak-anak. Tidak jarang pula, malah sebaliknya, berupa cobaan hidup. Kehidupan itu sendiri adalah sebuah amanah, apakah didalamnya kita kaya, miskin, bahagia atau menderita. Amanah tidak hanya berlangsung satu dua minggu atau dalam hitungan bulan saja. Bisa bertahun-tahun, tidak jarang pula seumur hidup. Yang menjadi persolan bukanlah bentuk dan lamanya. Akan tetapi bagaimana menyikapi amanah ini.

Apa yang telah dihadapi oleh Abdul Azeem diatas adalah salah satu bentuk amanah. Allah SWT memberikan cobaan kepadanya dengan menghadapi buah hatinya sendiri, selama 17 tahun didera nestapa. Sebuah kurun waktu yang tidak singkat. Secara pribadi, apabila saya dihadapkan kepada persoalan yang serupa, bisa saja membuat emosi ini tidak lagi stabil, misalnya mudah tersinggung, marah, dsb. Manusia memang lemah!

Duka yang membalut Abdul Azeem dan keluarganya, saya melihatnya sebagai sebuah hikmah. Dibalik segala derita yang menimpa mereka, hakekatnya betapa besar sebenarnya limpahan kasih sayang Allah SWT, dengan memberikan cobaan, sekaligus kesempatan beramal 24 jam sehari, selama 17 tahun! Buahnya, kini Allah SWT telah 'mengambil' hak milikNya, Abdul Muhymin, kembali menghadapNya. Kembali ke Atas sana, sebagai bunga Surga. Isyaallah!

Syaifoel Hardy
Share:

Pulang Kerja Macet, Bolehkah Menjamak Maghrib dan Isya di Rumah

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Ustadz, kalau misalnya saya tidak bisa sholat Maghrib karena masih terjebak macet sepulang bekerja dan mau diqodho (maksudnya dijama' - red.) dengan Isya', bagaimana cara menggabungkannya dan juga bagaimana bacaan niatnya?

Terima kasih atas jawaban Ustadz

Wassalaamu'alaikum wr. wb.

Syaninda
Bekasi

Jawaban:

Assalamu 'alaikum Wr. Wb.

Bismillah, Washshaltu Wassalamu 'ala Rasulillah, Waba'du

Shalat lima waktu adalah kewajiban (fardhu) 'ain bagi setiap muslim dan muslimah. Allah telah menentukan waktu-waktunya. Sebagaimana Allah SWT juga telah memberikan rukhsah (keringanan) bagi musafir atau orang sakit dalam pelaksanaannya.

Namun rukhsah yang Allah berikan tidak berarti boleh dikerjakan sesukanya. Tayammum misalnya, baru boleh dikerjakan bila memang tidak didapat air setelah berusaha mencarinya. Namun dalam kondisi anda berada di tengah kota, tidak bisa dikatakan bahwa anda boleh bertayammum. Bukankah di tengah jalanan yang macet itu justru banyak penjaja minuman kemasan? Apakah minuman kemasan bukan termasuk air? Bukankah di kanan kiri jalan itu ada gedung yang pasti memiliki kran air? Karena itu bertayammum di tengah kota yang berlimpah dengan air tidak dapat dibenarkan.

Begitu juga dengan menjama' shalat Maghrib dan 'Isya'. Waktu Maghrib memang sangat sempit sehingga harus segera dikerjakan. Tetapi waktu 'Isya' sangat panjang hingga menjelang Subuh. Karena itu tidak ada alasan untuk menjama` shalat Isya` dengan Maghrib.

Selain itu harus juga diperhatikan syarat dibolehkannya menjama` dua shalat yaitu bila dalam keadaan safar atau perjalanan. Sedangkan anda masih dalam kategori bukan safar karena masih berada di dalam kota anda sendiri. Safar adalah perjalanan keluar kota yang secara jarak memang ada perbedaan para ulama dalam batas-batasnya. Namun tidak dikatakan safar bila masih dalam kota sendiri. Ini adalah pendapat yang paling kuat.

Jadi yang harus anda lakukan adalah membuat perhitungan bagaimana agar anda bisa shalat Maghrib tepat pada waktunya. Misalnya bila dalam perjalanan pulang anda harus berganti bus, usahakan saat berganti bus itu anda bisa mencari tempat shalat. Dalam hal ini tidak harus berupa masjid atau mushalla, tetapi sebuah tempat yang bersih di mana saja asal anda bisa melakukan shalat.

Bisa terminal, emper toko, halaman, trotoar dan sebagainya. Karena kelebihan umat Nabi Muhammad SAW adalah dijadikan bumi ini sebagai masjid, di mana pun kamu harus shalat maka shalatlah di mana pun di muka bumi. Yang penting anda sudah punya wudhu. Bila tidak, anda bisa membawa bekal sebuah botol kemasan yang anda isi dengan air dan anda bisa berwudlu` cukup dengan air sebotol itu. Ini lebih ekonomis dari pada membeli air minum kemasan yang dijual di jalan.

Alternatif kedua seperti yang dilakukan oleh banyak orang, anda bisa menunda waktu pulang anda hingga Maghrib tiba lalu tunaikan shalat Maghrib di tempat kerja anda setelah itu silahkan pulang ke rumah. Konon bila pulang di atas Mahgrib, kemacetan jalan sudah mulai berkurang. Sedangkan shalat Isya` cukup anda lakukan nanti di rumah karena waktu masih panjang.

Sedangkan masalah lafaz niat telah tidaklah menjadi syarat dalam ibadah shalat, karena lafaz itu bukanlah niat itu sendiri. Sebab yang menjadi rukun shalat adalah niat yang ada di dalam hati pada saat mau melaksanakanya. Adapun lafaz hanyalah penguat dari niat itu bagi mereka yang mengakui adanya lafaz niat dalam shalat.

Wallahu a'lam bishshawab Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.

Ahmad Sarwat, Lc.
Share:

Cara Mandi Junub yang Benar

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Pak ustadz, saya ingin menanyakan bagaimana cara mandi wajib yang baik dan benar, karena selama ini saya masih ragu apakah cara mandi saya ini sudah benar. Mohon jawabannya.

Wassalaamu'alaikum wr. wb.

John Dalaton
Jakarta Selatan

Jawaban:

Assalamu 'alaikum Wr. Wb.

Bismillah, Washshaltu Wassalamu 'ala Rasulillah, Waba'du.

Mandi wajib adalah istilah yang sering digunakan oleh masyarakat kita. Nama sebenarnya adalah mandi janabah/junub. Mandi ini merupakan tatacara/ritual yang bersifat ta'abbudi dan bertujuan menghilangkan hadats besar. Bukan semata-mata mandi untuk membersihkan diri dari kuman dan kotoran yang melekat di badan. Sebab mandi janabah ini tidak mensyaratkan dipakainya sabun, shampo atau zat-zat lainnya. Cukup dengan air dan diratakan ke seluruh tubuh.

Untuk lebih jelasnya, harus juga dipahami tentang [A] rukun mandi janabah, [B] cara mandi janabat [C] sunnah dalam mandi janabah dan juga [D] hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam mandi janabah.

A. Rukun Mandi Janabah

Untuk melakukan mandi janabah, maka ada dua hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:

1. Niat dan menghilangkan najis dari badan bila ada.
Sabda Nabi SAW, Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)

2. Meratakan air ke seluruh tubuh (termasuk rambut).
Sabda Nabi SAW, Setiap bagian di bawah rambut adalah janabah, maka basahkanlah rambutmu dan bersihkanlah kulit.

B. Tata Cara Mandi Janabah
Pertama kedua tangan dicuci, kemudian mandi pertama kepala, kemudian terus dari bagian sebelah kanan, kemudian kiri, terakhir cuci kaki.

Adapun urutan-urutan tata cara mandi junub, adalah sebagai berikut:

1. Mencuci kedua tangan dengan tanah atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukan ke wajan tempat air.
2. Menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri.
3. Mencuci kemaluan dan dubur.
4. Najis-najis dibersihkan.
5. Berwudhu sebagaimana untuk sholat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki.
6. Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah.
7. Menyiram kepala dengan 3 kali siraman.
8. Membersihkan seluruh anggota badan.
9. Mencuci kaki.

Dalil:
Aisyah r.a. berkata, "Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudku seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudian beliau membersihkan seluruh tubuhnya dengan air kemudian diakhir beliau mencuci kakinya." (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)

C. Sunnah-Sunnah yang Dianjurkan dalam Mandi Janabah.

1. Membaca basmalah.
2. Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air.
3. Berwudhu' sebelum mandi.
Aisyah RA berkata, "Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudlu seperti wudhu' orang shalat." (HR Bukhari dan Muslim)
4. Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.
5. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu'.

D. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan ketika Mandi Junub.

a. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh hadits dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah SAW menyenangi untuk mendahulukan tangan kanannya dalam segala urusannya; memakai sandal, menyisir dan bersuci." (HR Bukhori/5854 dan Muslim/268)

b. Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW mandi kemudian sholat dua rakaat dan sholat shubuh, dan saya tidak melihat beliau berwudhu setelah mandi (HR Abu Daud, at-Tirmidzy dan Ibnu Majah).

Wallahu a'lam bishshawab Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.

Ahmad Sarwat, Lc.
Share:

Hadiah Kesabaran

Rumah yang mereka tempati sederhana. Sesederhana penghuninya. Bukan milik mereka berdua, namun rumah dinas. Shaila, perempuan yang tengah hamil tua itu tersenyum menyambut kedatangan kami berlima, tamunya. Kami memang sudah lama tidak bersua, bahkan semenjak Shaila belum menikah dengan Rais, yang masih kuliah hingga sekarang.

"Alhamdulilah kami bisa menempati rumah ini!" kata Shaila mengawali bincang-bincang kami, sementara saya melihat-lihat sudut-sudut ruangan yang nampaknya belum selesai dibersihkan. Maklum baru ditempati.

Sambil melemparkan pandangan kesana-kemari, dalam hati saya berpikir, betapa beratnya membersihkan rumah yang lama nampaknya tidak ditempati ini. Rumah dinas itu konon sudah lebih dari sepuluh tahun tidak dihuni. Bisa dibayangkan betapa beratnya kalau kita harus membersihkan dan merapikan perabotan dalam bulan-bulan pertama. Kelelahan yang saya bayangkan ini ternyata tidak tergambar dalam raut muka si empunya rumah. Sebaliknya, Shaila dan Rais justru penuh senyuman yang membuat kami makin betah tinggal disana. "Rumahku Surgaku". Barangkali begitu prinsip mereka!

Pertemuan Shaila dan Rais terjadi karena si Rais aktif mengurusi pengajian kelompok. Demikian pula Shaila. Ada 5 orang pemuda sebaya Rais yang barangkali karena semangatnya sebagai pemuda dan pelajar, sehingga urusan pengajian menjadikan sebagian kegiatan yang menyenangkan. Tinggal di luar negeri, belajar sambil beribadah, mengurusi pengajian kelompok masyarakat mereka.

Rais dan Shaila dipertemukan oleh Allah SWT karena kegiatan positif ini. Tidak ada satu kekuatanpun yang mampu menghalangi yang satu ini, jodoh, jika sudah dikehendaki olehNya. Meski si Shaila sudah bekerja dan Rais masih sekolah. Meski keduanya belum bisa dikatakan siap secara finansial. Meski si Shaila waktu itu diliputi kebingungan kelak akan tinggal di mana jika sudah menikah. Dan masih banyak "meski-meski" lainnya. Allah SWT-lah yang menentukan. "Kun..! (Jadilah!)" maka, jadilah mereka sepasang suami-istri yang sah. Subhanallah!

Shaila semula tinggal di sebuah asrama bujangan milik pemerintah. Dua kamar dalam satu flat. Sesudah pernikahannya dengan Rais, Shaila memang belum mampu untuk pindah keluar dari asrama dan mencari pondokan sendiri. Sementara Rais yang masih sekolah, juga tinggal di asrama pelajar. Jadi sebagai suami-istri, mereka "mencuri-curi" kesempatan.

Shaila menyadari bahwa jikalau Rais datang ke asramanya, meski mereka sudah menikah, teman se-flat Shaila nampaknya kurang senang. Naluri kewanitaan Shaila yang membaca suasana ini. Sehingga Rais hanya datang di kala teman Shaila sedang bertugas atau tidak ada di rumah. Kalaupun terpaksa, biasanya Shaila melarang Rais untuk tidak keluar kamar selagi teman Shaila ada di kamar sebelah. Entah apa yang membuat Shaila sepertinya takut sekali terhadap rekan sekerja di asramanya. Yang jelas Shaila memang tidak ingin menyakiti hatinya, sekalipun Rais adalah suami Shaila yang sah.

Waktupun terus berlalu. Nampaknya teman se-flat Shaila, sebut saja Ira namanya tidak betah melihat "pemandangan" di depannya. Shaila menyadari betul situasi ini. Kamar yang ditempatinya memang bukanlah disediakan untuk keluarga. Adalah ilegal jika keluarga tinggal di dalam asrama. Shaila tahu betul akan peraturan yang satu ini. Hanya saja, karena Shaila sudah berumah-tangga, sementara sang suami juga tinggal di asrama pelajar, satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi hal ini adalah harapan Shaila terhadap rekan se-flatnya untuk mengerti akan keadaannya. Ternyata harapan Shaila tak tersambut.

Perang dingin pun terjadi. "Kan sudah aku kasih tahu, kenapa mau juga masih bawa suamimu ke sini," tanya Ira suatu hari. Menyadari akan kesalahan ini, Shaila hanya diam. "Kalau kamu masih ulangi lagi, saya akan laporkan, bahwa kamu membawa orang lain ke kamar!" ancam Ira terhadap Shaila.

Shaila yang penakut, semakin gelisah mengingat ancaman-ancaman dan sikap yang semakin tidak bersahabat dari Ira semenjak pernikahannya dengan Rais. Padahal dulu sikap Ira tidaklah demikian. Bahkan kala menyelenggarakan pengajian bulanan atau arisan bersama, mereka selalu nampak rukun dan bekerja sama menangani segala kebutuhan kelompok. Apa yang menyebabkan si Ira begitu berbeda adalah di luar jangkauan Shaila. Makanya Shaila amat sedih dibuatnya.

"Bagaimana jika kita pindah saja dari sini? Apapun yang terjadi, barangkali itu lebih baik ketimbang hubungan saya dan Ira semakin keruh!" begitu keluh Shaila kepada Rais suatu hari. "Tapi pindah ke mana? Status saya tidak memungkinkan, apalagi saya tidak memiliki penghasilan, kecuali uang saku yang teramat sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah kebutuhan bulanan kita," si Rais mencoba menjelaskan sekali lagi kepada Shaila tentang keadaannya, sekalipun Shaila sebenarnya sudah mengerti.

Shaila mendengar berita bahwa kisah suaminya yang sering menginap di asrama puteri sudah sampai "ke atas". Artinya, ada orang yang melaporkan ke sana, yang membuat hatinya semakin sedih. Sebelum Shaila menerima surat peringatan akan hal ini, dia berharap segera mendapatkan jalan keluar.

Beberapa saat sesudah itu, Rais ketemu Zulkarnaen, rekan sepengajian. Sebagaimana biasa, perbincangan mereka dari yang sifatnya umum, merambat kepada persoalan rumah tangga. Hingga sampailah kepada permasalahan kamar mereka. "Bagaimana kalau tinggal di tempat kami saja? Biar aku tinggal di kamar sebelah bersama rekan." Begitu ungkap Zulkarnaen mencoba menwarkan jasa baiknya.

Rais terdiam, antara senang dan susah. Sebegitu besar pengorbanan mereka. Demikian batinnya. Dalam hati dia tidak ingin menyusahkan temannya, namun dilain pihak, dia juga tidak tega melihat sang istri Shaila menderita batin di asrama manakala Rais mengunjunginya. Lagi pula, sebagai suami-istri mereka tidak selalu bisa bertemu setiap hari karena kendala yang selama ini mereka alami.

Semula Rais berharap-harap cemas atas berita yang akan disampaikan oleh Zulkarnaen hari itu. Rais tahu betul sifat Zulkarnaen yang jika membantu seseorang tidak sebedar di bibir. "Subhanallah. Terimakasih Zul...!" kata Rais ketika Zulkarnaen menyampaikan berita bahwa rekan se-flatnya tidak keberatan akan niat baik Zulkarnaen, yang pula tinggal di apartemen milik pemerintah, untuk bujangan pria. Akhirnya Shaila dan Rais pindah ke flat tempat Zulakrnaen. Legalah perasaan mereka. Di sinipun mereka tinggal gratis. Rais berpikir toh mereka tidak akan selamanya tinggal disana.

Rupanya kepindahan mereka kali inipun belum menjanjikan perbaikan nasib. Karena selang beberapa minggu kemudian, mereka mendapatkan berita "buruk". Bahwa pada dasarnya mereka tidak memiliki izin tinggal di asrama tersebut. Ada orang yang kurang senang yang melaporkan kejadian tersebut ke kantor pusat yang mengurusi pemondokan itu.

Batin Shaila kembali menangis. Shaila bingung sekali menghadapi kenyataan ini. Bingung karena harus pergi ke mana. Si Rais, meski sebagai suami, namun belum mapan ekonominya, juga dihadapkan pada persoalan yang amat pelik. Tidak pindah ini melanggar hukum dan dapat tekanan, mau pindah ini uang dari mana untuk beaya sewa rumah? Apa yang dikuatirkan kemudian terjadi. Sepasang suami-istri ini kemudian menerima surat panggilan dari dinas, yang mengurusi pemondokan mereka, termasuk Shaila.

Dalam kegaduhan yang tidak menentu, mereka esoknya menemui sang manager. "Orang-orang kamu ini bagaimana sih? Yang melaporkan kamu ini juga orang-orang dari bangsamu sendiri, bukanya orang lain!" Kata sang manager, menyatakan bahwa laporan yang diterimanya adalah dari orang-orang yang tidak lain adalah rekan-rekan kerja Shaila sendiri. Rasanya malu sekali Shaila mendengarnya.

Rais dan Shaila makin bergetar hati menunggu vonis yang bakal mereka terima nanti sebagai konsekuensi tinggal mereka yang tanpa izin. Namun betapa mereka terkejut ketika sang manager memberikan sebuah kunci, dan "Mulai besok, kamu harus keluar dari apartemen Zulkarnaen. Ini kunci rumahnya, dan kamu bisa tinggal di sana mulai besok. Tolong dibersihkan, karena rumah tersebut sudah lama tidak ada penghuninya!"

"Subhanallah!" Begitu ungkap Rais dan Shaila menerima berkah dari Allah SWT. Mereka semula sangat takut. Namun, siap menerima sangsi yang bakal diberikan. Hari ini, bukannya hukuman yang mereka terima, tetapi hadiah. Shaila menangis! Terharu menghadapi semua kenyataan ini.

Shaila jadi ingat ketika suatu hari Rasulullah SAW bersama Umar r.a sedang melayat, di tengah jalan mereka ketemu seorang Yahudi, Zaid Bin Su'nah namanya. Tiba-tiba ghamis Rasulullah SAW ditarik dengan keras olehnya, sambil berkata kasar "Hai Muhammad, kembalikan hutangmu..!" sementara itu, leher Rasulullah, karena tarikan keras ghamisnya, membekas kemerahan. Melihat sikap kasar tersebut, nyaris Umar r.a. membabat leher si Zaid. "Kalau bukan karena Rasulullah melarang, sudah aku tebas kepalamu!" kata Umar. "Umar, mestinya aku dan dia lebih membutuhkan perkara yang lain!" kata Rasulullah, maksudnya nasihat. Rasulullah SAW membutuhklan nasihat untuk melunasi hutangnya dan si Zaid membutuhkan nasihat untu meminta hutangnya dengan baik. "Umar, berikan hak-haknya, dan tambahkan dua puluh sa' kurma!" perintah Rasulullah SAW kepada Umar r.a.

Melihat Umar membawa serta hutang ditambah 20 sa' kurma, sang Zaid terkejut. "Ada apa ini Umar?" "Rasulullah memerintahkan saya untuk memberikan ini kepadamu sebagai imbalan kemarahanmu!"

"Siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu berbuat demikian kasar terhadap Rasulullah?" kata Umar. "Saya Zaid bin Su'na. Pendeta Yahudi. Saya sudah mengamati sejak dari dulu tanda-tanda kenabian yang ada pada Muhammad, kecuali dua hal: kesabarannya bisa memupus kejahilan dan kejahilan yang ditujukan kepadanya bisa menambah kemurahan hatinya. Karena itu ketahuilah ya Umar, aku bersaksi bahwa tiada Tuha selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah."

Esok harinya Shaila dan Rais berkemas menuju rumah "baru" mereka, sebagai "hadiah" kesabaran yang selama ini mereka jalani. Rumahnya kotor sekali. Perabotan-perabotan yang ada di dalamnya sudah banyak yang rusak. Shaila merapikan perabotan-perabotan tersebut. Bahkan korden pun dia lipati karena kuatir ada orang lain yang memilikinya. Meja kursi pun banyak yang patah kakinya. Sepasang suami istri ini menggotong bersama barang-barang tersebut ke tepi. Karpet rumah juga sudah tidak lagi layak dipakai. Debunya barangkali bisa diukur dalam hitungan centimeter.

Hari kedua sesudah mereka bersihkan rumah, sang manager datang lagi. Kali ini bukan melihat hasil bagaimana mereka membereskan rumah yang tidak dihuni selama sepuluh tahun tersebut. Sebaliknya dia membawa barang-barang kebutuhan rumah, termasuk meja-kursi baru, korden, karpet, dan sebagainya, untuk pasangan muda tersebut.

Subhanallalah. Melihat Rais dan Shaila saya jadi teringat betapa kita kadang tidak pernah sabar dalam menghadapi sebuah cobaan. Bukannya syukur yang terungkap namun cemoohan. Padahal Allah SWT selalu akan menggantikannya dengan yang jauh lebih baik. Mungkin saja tidak sekarang tapi nanti. Dan itu pasti!

Sebagaimana kisah Rasulullah SAW dan Pendeta Yahudi Zaid yang diriwayatkan oleh Hadist Riwayat (HR) Hakim diatas, ternyata sabar selalu berbuah positif bahkan mampu memupus kejahilan. Tidak ada kamus kalah-menang untuk urusan yang satu ini. Dan, sekiranya kesabaran diterapkan sebagai sebuah ibadah, seperti yang dialami Rais dan Shaila, tidak ada istilah kesengsaraan dalam lembaran-lembaran kehidupan. Yang ada hanyalah kenikmatan yang tertunda!

Syaifoel Hardy
shardy at emirates dot net dot ae
Share:

Jadwal Sholat

Popular Posts

Label

Arsip Blog

Recent Posts

Pages

Blog Archive

Categories