Oleh Anung Umar
Dulu ketika saya masih belajar di pondok pesantren, ketika masuk tahun ajaran baru, bertambahlah jumlah santri karena masuknya murid-murid baru. Dengan bertambahnya jumlah santri tentu menambah warna pondok, karena mereka berasal dari berbagai suku dan latar belakang keluarga yang berbeda, dan demikian pula karakter dan sifat mereka.
Diantara murid-murid baru yang saya amati, ada seorang anak yang menarik saya untuk berkenalan dengannya, dia seorang yang lembut tutur bicaranya, sopan dan ramah, umurnya ketika itu 17 tahun, sebut saja namanya Feri (nama samaran).
Setelah banyak bergaul dan berbincang dengannya, saya menyimpulkan kalau dia anak yang baik, mempunyai sopan santun dan adab yang baik kepada orang lain. Saya yakin, setiap orang yang bergaul dengannya tentu akan menyukainya. Akan tetapi yang membuat saya heran adalah kenapa ia selalu jadi bulan-bulanan teman-temannya? Kenapa ia sering dipermainkan teman-temannya?
Memang apa sih kekurangan dia? Apakah mereka lebih baik darinya, sehingga tega mempermainkannya?
Kalau dilihat dari IQnya memang dia tak terlalu menonjol di kelasnya, tapi dia juga tidak idiot, dia masih bisa mengikuti pelajaran walaupun kadang sedikit tersendat dan sebenarnya bukan dia saja yang seperti itu, tapi ada juga beberapa anak yang semisalnya dikelasnya.
Kalau dilihat dari usia, justru ia yang paling tua dibandingkan teman-temannya. Bukankah biasanya yang lebih tua dihormati oleh yang lebih muda?
Kalau dilihat dari adab dan sopan santun, justru ia yang paling menjaga itu semua dibandingkan teman-temannya. Adapun teman-temannya, mereka seperti anak-anak yang kurang terdidik dan kurang memililki adab (tidak semua tentunya, karena ada juga yang memiliki adab yang baik tapi sedikit jumlahnya).
Kalau dilihat dari sisi ibadah, jangan tanya, anak ini rajin shalat witir sebelum dikumandangkan adzan Subuh, dia juga menjaga shalat berjamaah, dan suka membaca Al-Quran. Adapun teman-temannya? Jangankan shalat witir, bisa bangun ketika adzan subuh saja sudah bagus, makanya selalu ada orang yang membangunkan mereka ketika adzan subuh. Begitu juga dalam membaca Al-Quran, seandainya tak ada ujian hafalan Al-Quran, mungkin mereka tak baca Al-Quran sama sekali. (tapi sekali lagi tidak semuanya seperti itu)
Lantas apa kekurangan anak ini sehingga bisa dipermainkan teman-temannya? Bukankah orang yang rajin ibadah, ramah dan sopan santun terhadap orang lain biasanya disukai dan disenangi orang ? Dan bukan malah menjadi permainan orang ?
Saya merasa kasihan kepadanya dan saya cuma bisa menghiburnya supaya dia bersabar, karena tak mungkin bagi saya menghukum teman-temannya, karena itu memang bukan wewenang saya, itu wewenang ustadz atau pengurus pesantren, tapi saya yakin suatu saat teman-temannya akan merasakan buah perbuatan mereka sendiri.
Suatu hari terjadi kehebohan di pondok, pondok yang selama ini tentram dan tenang tiba-tiba dikejutkan dengan berita adanya pencurian di dalam lingkungan pondok. Buku,alat-alat tulis dan barang-barang beberapa santri raib! Sebenarnya berita tentang barang-barang yang raib sudah mulai terdengar beberapa bulan sebelumnya, tapi mulai ramai setelah yang menjadi korban bukan hanya satu orang melainkan merembet ke yang lain.
Para ustadz dan pimpinan pondokpun dibuat pusing dengan adanya kejadian ini, karena memang belum pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya, dan yang membikin lebih pusing lagi adalah yang menjadi korban pencurian di sini bukan hanya satu santri tapi mungkin puluhan.
Maka pihak pesantren pun memutuskan untuk membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus ini dan menangkap pelakunya. Ditunjuklah beberapa orang untuk menjadi tim itu. Selanjutnya satu-persatu santri diperiksa dan digeledah kamarnya, karena mungkin saja pencurinya ternyata”orang dalam”.
Hari demi hari berlalu, tapi sepertinya belum ditemukan titik terang si pelaku. Namun alhamdulillah, setelah lebih dari seminggu, setelah dirunut satu persatu kronologis pencurian, akhirnya kerja tim investigasi membuahkan hasil. Hasil dan kesimpulan dari investigasi itu adalah pelaku pencurian yang terjadi di pondok selama ini ternyata “orang dalam”. Astaghfirullah, saya kaget mendengar itu, dan yang lebih mengagetkan lagi adalah pelakunya ternyata cuma satu orang!
Siapa orang itu? Orang itu ternyata Feri, anak yang sopan, ramah dan lembut tutur katanya itu! Dialah yang telah mencuri barang-barang santri selama ini! Saya kaget bukan kepalang ketika mengetahui kalau dialah si pencuri itu, saya setengah percaya mendengarnya. “Masak sih anak itu, apa tidak salah?” Itu yang ada di pikiran saya ketika itu dan memang ternyata dia pencurinya, karena dia sendiri mengakui perbuatannya. Dan "ajaibnya" dia mengaku bahwa dirinya mencuri bukan karena darurat dan bukan pula karena butuh uang, melainkan semata-mata karena hobi mengoleksi barang-barang curian!
Ternyata Feri sekian lama menyembunyikan perbuatannya itu di pondok. Saya terkesan dengan perilakunya selama ini, tapi saya tak tahu kalau dia ternyata menyimpan kemungkaran selama ini. Memang sepintar-sepintar tupai melompat pasti jatuh juga. Walaupun dia bisa menyembunyikan kemaksiatannya beberapa waktu lamanya tapi akhirnya terbongkar juga aib dan boroknya.
Maka benarlah Ibnul Qayyim tatkala berkata di dalam kitabnya Al-Jawabulkafi bahwa adakalanya seseorang yang terus menerus berbuat dosa dengan sembunyi-sembunyi, Allah akan bongkar dosa/aibnya ke khalayak ramai! Naudzubillah min dzalika…Itu kalau kemaksiatan seorang hamba kepada Allah saja dan tak ada unsur kezhaliman kepada orang lain, maka bagaimana pula kalau kemaksiatannya mengandung kezhaliman kepada orang lain (seperti mencuri,membunuh dan semisalnya)? Astaghfirullah…
Kemudian saya berpikir lagi, apakah karena kemaksiatannya itu pula dia menjadi bulan-bulanan teman-temannya? Sehingga seolah-olah terhina di hadapan mereka? Wallahu a’lam, mungkin itu sebabnya, karena Ibnul Qayyim dalam Al-Jawabulkafi menyebutkan bahwa di antara dampak negatif kemaksiatan adalah bisa mengakibatkan kehinaan bagi pelakunya. Kemudian beliau menyebutkan beberapa dalil yang menunjukkan itu, diantaranya:
Firman Allah Ta’ala, “Dan siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit." (QS Thaha;124)
Dan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Dan Allah menjadikan kehinaan dan kerendahan bagi orang yang menyalahi perintahku.” (HR Ahmad)
Kemudian perkataan Abdullah Bin Abbas, “kemaksiatan akan mengakibatkan kehitaman pada wajah, kegelapan dalam hati, kelemahan badan dan kekurangan rizki serta kebencian di dalam hati para makhluk Allah.”
Dan juga perkataan seorang ulama salaf, “Sesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya pada perilaku binatang dan istriku.”
Betapa mengerikan!! Karena itu kalau kita mengetahui orang terdekat kita atau orang lain membenci atau tiba-tiba menyakiti kita, maka jangan marah dulu, introspeksilah…
Mungkinkah kita telah berbuat dosa?
Mungkinkah kita telah melakukan kemaksiatan yang tidak diketahui orang lain dan kita belum bertaubat?
Mungkinkah kita telah menzhalimi orang lain?
Kita berlindung kepada Allah dari segala perbuatan maksiat baik yang nampak maupun tersembunyi, dan kita memohon ampun kepada Allah atas segala dosa yang kita perbuat dan kita memohon kepada-Nya agar menutup aib kita baik di dunia maupun diakhirat. Amin…
Jakarta, 2 Sya`baan 1431/14 Juli 2010
umaranung@yahoo.co.id
Sumber : http://www.eramuslim.com/oase-iman/anung-umar-belajar-dari-kemaksiatan.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar